Tauziah Kyai Ali Barqul Abid saat baiatan TQN-A di Masjid Jami Tegalsari Ponorogo, mengemukakan "Jangan meminta posisi atau keadaan tertentu, karena Allah lebih tahu apa yang baik bagi kita,"
Sebuah pesan spiritual yang mendalam tentang kepercayaan dan penyerahan diri sepenuhnya kepada kehendak Allah.
Mengutip pesan Kyai Ali Barqul Abid yang lebih dalam, beliau menekankan bahwa permintaan atau keinginan tertentu terhadap posisi atau keadaan bukan hanya sekadar masalah tawakal atau qana'ah, tetapi lebih pada adab seorang hamba kepada Penciptanya.
Dalam konteks ini, beliau mengingatkan bahwa sebagai hamba, kita harus memahami batasan-batasan kita di hadapan Allah SWT. Ranah sang Pencipta adalah wilayah yang Maha Luas dan Maha Mengetahui, sementara kita sebagai makhluk hanya memiliki pengetahuan yang terbatas.
Oleh karena itu, tidak pantas bagi seorang salik (penempuh jalan spiritual) untuk terlalu memikirkan atau meminta hal-hal yang sebenarnya berada di luar kapasitasnya sebagai hamba.
Pesan ini mengajarkan tentang kesadaran akan kedudukan kita di hadapan Allah SWT. Seorang hamba yang baik adalah yang menyadari kelemahan dan keterbatasannya, serta tidak berusaha "mengatur" atau "mengarahkan" kehendak Allah sesuai dengan keinginannya sendiri. Hal ini sejalan dengan konsep adab al-'abd ma'a Rabbih (adab seorang hamba terhadap Tuhannya), yang menekankan pentingnya sikap rendah hati, pasrah, dan mengakui kebesaran Allah dalam segala hal. Seorang salik, yang sedang menempuh jalan mendekatkan diri kepada Allah, harus menjaga adab ini dengan baik.
Jika tidak, ia bisa terjebak dalam kesombongan spiritual, di mana ia merasa memiliki hak untuk menuntut atau mengatur Allah sesuai dengan keinginannya.
Kyai Ali Barqul Abid mengingatkan bahwa permintaan atau keinginan tertentu terhadap keadaan atau posisi bisa menjadi bentuk ketidaksadaran akan hakikat kita sebagai hamba. Misalnya, ketika seseorang meminta agar dirinya diangkat menjadi pemimpin atau diberikan kekayaan tertentu, ia mungkin lupa bahwa semua itu adalah urusan Allah, yang Maha Mengetahui apa yang terbaik untuk hamba-Nya.
Permintaan seperti itu, jika tidak disertai dengan kesadaran akan adab sebagai hamba, bisa menjadi bentuk ketidaktahuan akan kebesaran Allah dan keterbatasan diri sendiri.
Dalam tradisi tasawuf, konsep ini sering dijelaskan melalui kisah-kisah para sufi yang selalu menjaga adab mereka di hadapan Allah. Misalnya, dalam kitab Al-Hikam karya Syekh Ibnu Atha'illah As-Sakandari, disebutkan bahwa seorang hamba tidak boleh merasa memiliki hak atas sesuatu, karena segala sesuatu adalah milik Allah.
Seorang salik harus selalu mengingat bahwa dirinya adalah hamba yang tidak memiliki apa-apa, dan segala sesuatu yang ia miliki adalah anugerah dari Allah.
Oleh karena itu, tidak pantas baginya untuk meminta atau menuntut sesuatu yang ia anggap baik, karena hanya Allah yang tahu apa yang benar-benar baik untuknya.
Pesan Kyai Ali Barqul Abid ini juga mengingatkan kita tentang pentingnya menjaga niat dan tujuan dalam beribadah. Seorang salik tidak boleh menjadikan ibadah atau perjuangan spiritualnya sebagai sarana untuk mencapai tujuan duniawi, seperti posisi atau kekayaan.
Hal ini bisa merusak kemurnian ibadah dan menjauhkannya dari hakikat penghambaan yang sejati. Sebaliknya, ia harus menjadikan ibadah sebagai bentuk pengabdian dan kecintaan kepada Allah, tanpa mengharapkan imbalan apa pun selain ridha-Nya.
Posting Komentar untuk "Jangan Meminta Posisi atau Keadaan Tertentu, karena Allah Lebih Tahu Apa yang Baik Bagi Kita"