Baiatan Thoriqoh Qodriyah wa Naqsyabandiyah an Nadliyah di Masjid Peninggalan Kyai Ageng Mohamad Besari Tegalsari

Baiatan Thoriqoh Qodriyah wa Naqsyabandiyah di Masjid Jami Kyai Ageng Mohamad Besari Tegalsari merupakan tradisi yang telah berlangsung sejak tahun 1970-an. Acara ini diinisiasi oleh Al Mursyid Kyai Imam Muhadi, yang juga merupakan pendiri Pondok Pesantren Mambaul Adhim di Bagbogo, Tanjunganom, Nganjuk. Baiatan ini merupakan bagian dari kegiatan spiritual yang bertujuan untuk mengajak jamaah mendalami ajaran thoriqoh, khususnya Thoriqoh Qodriyah wa Naqsyabandiyah, yang menggabungkan dua aliran tasawuf.

Sebelum acara Baiatan dimulai, biasanya ada proses "woro-woro" atau pengumuman yang dilakukan oleh 2-3 pemuda yang berkeliling di sekitar Tegalsari hingga Jetis. Mereka membawa bende (gong kecil) dan kenong kecil yang ditabuh berulang kali sebagai tanda pengumuman. Suara tabuhan tersebut diselingi dengan pengumuman lisan yang mengabarkan bahwa pada malam harinya akan diadakan Baiatan dan pengajian yang dipimpin oleh Kyai Imam Muhadi dari Bagbogo, Nganjuk.
 
"Woro-woro, katuran rawuh mangke dalu baiatan lan pengajian Kyai Imam Muhadi saking Bagbogo Nganjuk... thung .... thung...."

Pengumuman ini menjadi bagian dari tradisi yang menarik perhatian warga sekitar untuk datang dan berpartisipasi dalam acara tersebut. Semenjak ada pengeras suara masjid (Toa) pengumumannya lewat pengeras suara, terlebih di jaman medsos seperti sekarang ini. Jamaah yang hadir berasal dari berbagai kalangan, termasuk alumni Pondok Pesantren Bagbogo, pengunjung yang sedang berziarah, serta warga sekitar Jetis. Banyak orang yang bergabung menjadi jamaah setelah mendengar taujiah (nasihat spiritual) saat pengajian, dan ada juga yang ikut serta dalam sholat-sholat sunah yang dilaksanakan.
 
Pada awalnya, Kyai Imam Muhadi didampingi oleh Kyai Thoyib sebagai khalifahnya (badal). Setelah Kyai Imam Muhadi wafat, Baiatan diteruskan oleh Kyai Thoyib. Kemudian, setelah Mbah Thoyib meninggal, tradisi ini dilanjutkan oleh Kyai Amenan Zamzami dari Nganjuk, dan sekarang diteruskan oleh Kyai Ali Barqul Abid.

Masjid Tegalsari sendiri merupakan masjid lama dan legendaris, peninggalan Kyai Ageng Mohamad Besari. Hampir setiap kali Baiatan diadakan, selalu ada jamaah baru yang bergabung. Di masjid Tegalsari inilah syiar Thoriqoh Qodriyah wa Naqsyabandiyah an Nadliyah berkembang dengan pesat. Keterikatan emosional Kyai Imam Muhadi dengan Tegalsari turut memperkuat tradisi ini.
 
Kelompok anak-anak muda, terutama yang berusia kuliahan, banyak yang bergabung dalam kegiatan ini. Awalnya, mereka tertarik karena ajakan pertemanan, namun kemudian merasa terpanggil untuk mendalami ajaran thoriqoh. Dengan demikian, tradisi Baiatan ini tidak hanya menjadi momen spiritual, tetapi juga sarana untuk menjaga silaturahmi dan memperkuat ikatan sosial antar generasi.

Posting Komentar untuk "Baiatan Thoriqoh Qodriyah wa Naqsyabandiyah an Nadliyah di Masjid Peninggalan Kyai Ageng Mohamad Besari Tegalsari"