Jamaah TQN-A Pintu Sidorejo Sukorejo, Ponorogo |
Di sebuah sudut desa Sukorejo, Ponorogo, tepatnya di Masjid Al-Anam, sebuah tradisi spiritual yang telah berlangsung puluhan tahun terus hidup dan menyatukan generasi. Baiatan Jamaah Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah (TQN-A) Pintu Sidorejo digelar setiap 35 hari sekali, atau dalam penanggalan Jawa dikenal sebagai selapan, setiap Senin malam Selasa Legi bakda Isya. Ritual ini bukan sekadar acara keagamaan, melainkan juga menjadi ruang pertemuan bagi warga dari berbagai usia, latar belakang, dan profesi.
Masjid Al-Anam, yang terletak di daerah dengan banyak perempatan dan jalan kecil, seringkali membuat orang yang baru pertama kali datang kebingungan. "Banyak yang berputar-putar dulu sebelum akhirnya menemukan lokasi ini," ujar salah seorang jamaah sambil tersenyum. Namun, kerumitan jalan itu seolah menjadi simbol perjalanan spiritual yang penuh liku, namun selalu berujung pada ketenangan dan kedamaian.
Baiatan ini dihadiri oleh jamaah yang beragam, mulai dari para petani setempat yang telah berumur hingga para pemuda alumni Pondok Pesantren Manba'ul Adhim Bagbogo, Nganjuk. Mereka datang dengan satu tujuan: mencari keberkahan dan mendekatkan diri kepada Allah melalui tradisi tarekat yang telah diwariskan turun-temurun.
Para petani, dengan wajah yang teduh dan tangan yang kasar akibat bekerja di sawah, duduk bersanding dengan para pemuda yang masih bersemangat menimba ilmu agama. Perbedaan usia dan latar belakang tidak menjadi penghalang. Justru, mereka saling melengkapi. Para petani membawa kearifan lokal dan ketabahan hidup, sementara para pemuda membawa semangat dan pengetahuan agama yang segar.
Acara baiatan dimulai dengan sholat wajib berjamaah, dilanjutkan dengan sholat sunah dan pengajian (tauziah) yang dipimpin oleh Kyai Ali Barqul Abid. Tauziah biasanya berisi nasihat-nasihat kehidupan, tuntunan spiritual, dan kisah-kisah inspiratif yang mengingatkan jamaah akan pentingnya menjaga hubungan dengan Allah dan sesama manusia.
Setelah tauziah, acara inti baiatan pun dimulai. Para jamaah duduk bersila, mengikuti setiap gerakan dan bacaan yang dipimpin oleh seorang mursyid. Suasana hening, hanya terdengar lantunan dzikir dan doa yang mengalun syahdu. Ritual ini bukan sekadar formalitas, melainkan sebuah proses penyucian hati dan penguatan ikatan spiritual antara jamaah dan Sang Pencipta.
Setelah baiatan selesai, para jamaah tidak langsung pulang. Mereka menunggu dengan sabar kedatangan Kyai Ali Barqul Abid, Al-Mursyid dari Bagbogo, Tanjunganom, Nganjuk. Kyai Ali, yang dianggap sebagai pemimpin spiritual, menjadi sosok yang sangat dihormati. Kedatangannya selalu dinantikan, dan para jamaah baru akan pulang setelah beliau kondur (pulang), meski acara resmi telah usai.
Selain baiatan, Masjid Al-Anam juga menjadi titik awal untuk kegiatan ziarah wali. Para jamaah seringkali meminta Kyai Ali untuk memimpin ziarah ke makam-makam wali. Ziarah ini bukan sekadar ritual, melainkan juga sebagai bentuk penghormatan dan upaya menelusuri jejak spiritual para pendahulu yang telah berjasa dalam menyebarkan Islam di tanah Jawa.
Baiatan TQN-A Pintu Sidorejo bukan sekadar ritual keagamaan. Ia adalah simbol persatuan, ketabahan, dan kesabaran. Di tengah arus modernisasi yang kian deras, tradisi ini tetap bertahan, menjadi oase spiritual bagi para jamaah yang haus akan kedamaian hati.
Bagi para petani, baiatan adalah momen untuk melepas lelah dan menguatkan iman setelah seharian bekerja di sawah. Bagi para pemuda, ini adalah ajang untuk belajar dan mengikat diri pada tradisi yang penuh makna. Sementara bagi Kyai Ali, ini adalah tanggung jawab besar untuk menjaga warisan spiritual yang telah diamanatkan oleh para pendahulu.
Di tengah gemerlap dunia yang serba cepat, Baiatan TQN-A Pintu Sidorejo mengajarkan kita untuk sesekali berhenti, merenung, dan kembali kepada hakikat kehidupan: mengingat Allah dan menjaga hubungan baik dengan sesama. Ritual ini adalah bukti bahwa tradisi spiritual tidak akan pernah mati, selama ada generasi yang mau melestarikannya dengan hati yang ikhlas.
*Pintu Sidorejo Sukorejo)
Posting Komentar untuk "Baiatan TQN-A Pintu Sidorejo: Ritual Spiritual yang Menyatukan Generasi di Tengah Sawah Sukorejo"