Ghurur dan Ghoflah: Sumber Celaka dalam Kehidupan Seorang Mukmin

Dalam kitab Muidzatul Mukminin, Kyai Ali Barqul 'Abid, atau yang akrab disapa Gus Ali, mengingatkan kita tentang dua hal yang dapat menjadi sumber celaka bagi seorang mukmin: ghurur dan ghoflah. Keduanya bukan sekadar istilah, melainkan gambaran nyata dari kondisi spiritual yang sering kali menjebak manusia, terutama dalam menghadapi godaan duniawi.
 
Ghurur berarti tertipu atau terpedaya, atau dalam bahasa Jawa disebut "keblithuk". Sementara itu, ghoflah berarti lupa atau lalai. Keduanya saling terkait. Ghurur membuat seseorang terlena dengan dunia, seolah-olah kehidupan ini kekal abadi. Akibatnya, ia lalai (ghoflah) untuk mempersiapkan diri menghadapi akhirat. Inilah yang menurut Gus Ali menjadi sumber malapetaka bagi seorang mukmin.

Gus Ali menekankan bahwa seorang mukmin sejati tidak akan membiarkan dirinya tertipu oleh gemerlap dunia. Ia selalu waspada, berhati-hati, dan penuh perhitungan dalam setiap langkah hidupnya. Sikap ini menjadi kunci keberuntungan dan kebahagiaan. Sebaliknya, orang yang tidak beriman cenderung sembrono, menggampangkan segala hal, dan lalai. Akibatnya, hidupnya selalu diliputi kesengsaraan dan terancam celaka.

Tipuan dunia, menurut Gus Ali, berasal dari dua sumber utama: kesenangan duniawi dan ajakan setan yang menggoda hawa nafsu. Setan selalu berusaha menjerumuskan manusia ke dalam kedurhakaan kepada Allah. Untuk menghindarinya, Gus Ali mengajarkan pentingnya dzikir dan kesadaran akan kehadiran Allah dalam setiap detik kehidupan. 

Gus Ali mengutip sebuah pesan: "Anta’budallah ka annaka taraah, fa’illam takun taraah, fa’innahu yaraak." Artinya, "Beribadahlah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya. Jika engkau tidak bisa melihat-Nya, yakinlah bahwa Dia melihatmu." Pesan ini mengajarkan kita untuk selalu berada dalam keadaan ihsan, yaitu beribadah dengan kesadaran penuh bahwa Allah selalu mengawasi kita. Dengan demikian, kita akan terhindar dari sifat lalai (ghaflah) yang dapat mencelakakan diri sendiri.

Gus Ali juga menjelaskan bahwa ghaflah tidak hanya terjadi di dalam hati, tetapi juga bisa memengaruhi seluruh anggota tubuh. Jika hati sudah lalai, maka mata, telinga, dan mulut akan ikut terpengaruh. Akibatnya, seluruh perbuatan kita akan dikendalikan oleh hawa nafsu, bukan oleh kesadaran spiritual. Oleh karena itu, Gus Ali menekankan pentingnya memperbanyak dzikir sebagai cara untuk menjaga diri dari perbuatan yang tidak diridhai Allah.
Dalam tausiyahnya di Masjid Semanding, Jenangan, Ponorogo, Gus Ali mengingatkan jamaah dan santri Koboy untuk selalu waspada terhadap ghurur dan ghoflah. Keduanya adalah musuh yang sering kali tidak terlihat, tetapi dampaknya sangat nyata dalam kehidupan sehari-hari. Dengan memperbanyak dzikir dan menjaga kesadaran akan kehadiran Allah, kita dapat terhindar dari jebakan dunia dan setan.

Pelajaran dari Gus Ali ini relevan dalam konteks kehidupan modern, di mana godaan duniawi semakin kuat dan kompleks. Kita sering kali terjebak dalam rutinitas yang membuat kita lupa akan tujuan akhir hidup sebagai seorang mukmin. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk selalu mengingat pesan Gus Ali: jangan sampai tertipu oleh dunia, dan jangan sampai lalai dalam mempersiapkan diri menghadapi akhirat. 

Dengan menjaga kesadaran spiritual dan memperbanyak dzikir, kita tidak hanya terhindar dari celaka, tetapi juga dapat meraih kebahagiaan sejati, baik di dunia maupun di akhirat. Inilah esensi dari ajaran Gus Ali yang patut kita renungkan dan amalkan dalam kehidupan sehari-hari.

Posting Komentar untuk "Ghurur dan Ghoflah: Sumber Celaka dalam Kehidupan Seorang Mukmin"