Kyai Ali Barqul Abid, dan Kyai Agus Salim baiatan di Tanjung Jabung Timur |
Nipah Panjang, 22-02-2025 -----Baiatan Thoriqoh Qodriyah wa Naqsyabandiyah an Nadliyah oleh Al Mursyid Abah Kyai Ali Barqul Abid.
Di tengah dinamika kehidupan yang tak selalu terduga, manusia kerap dihadapkan pada pertanyaan mendasar: bagaimana menemukan ketenangan batin sambil terus bergerak maju? Jawabannya mungkin terletak pada tiga pilar: keyakinan akan rencana Ilahi, kesadaran untuk bersyukur dalam setiap kesempatan, dan keberanian untuk memperbaiki diri secara bertahap.
Percaya pada Skema Ilahi
Hidup adalah rangkaian pilihan, tetapi keputusan tertinggi tetap berada di tangan Yang Maha Kuasa. Sebagaimana petani menanam benih tanpa bisa menjamin hujan akan turun tepat waktu, manusia hanya mampu berusaha, sedangkan hasil akhir adalah kuasa Allah. Kisah penjual es yang tetap bersyukur meski cuaca tak menentu mengajarkan kita bahwa "jatah" rezeki telah diatur dengan sempurna. Hujan atau terik, kegagalan atau keberhasilan, semuanya adalah bagian dari skema besar yang sering kali baru terlihat indahnya ketika kita melihat ke belakang. Iman bukanlah penolakan terhadap kenyataan, melainkan penerimaan bahwa ada kebaikan yang tersembunyi di balik setiap takdir.
Syukur sebagai Kekuatan Transformasi
Bersyukur bukan hanya untuk hal-hal besar, tetapi juga pada kesempatan kecil yang sering diabaikan. Masih diberikannya napas, kesehatan, atau peluang untuk bangkit dari kegagalan adalah anugerah yang patut disyukuri. Syukur mengubah lensa pandang: dari mengutuk kegelapan menjadi menyalakan lilin harapan. Seorang pemuda yang mulai mengurangi kebiasaan buruknya perlahan-lahan, atau seorang ibu yang tetap tersenyum meski dagangannya sepi, adalah contoh nyata bagaimana rasa syukur bisa menjadi motor penggerak perubahan.
Memperbaiki Diri: Proses, Bisa Jadi Target
Setiap orang membawa "tas" berisi kelebihan dan kekurangan. Islam mengajarkan bahwa kesempurnaan bukanlah syarat untuk mendekatkan diri pada-Nya. Justru, pengakuan akan ketidaksempurnaan adalah langkah pertama menuju pertumbuhan.
Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW bersabda, "Setiap anak Adam pasti berbuat salah, dan sebaik-baik orang yang bersalah adalah yang segera bertobat" (HR. Tirmidzi).
Ini relevan dengan pesan dalam teks di atas: sekalipun pernah bolong sholat atau terjebak maksiat, tobat yang ikhlas.
Gunanya guru adalah penuntun untuk memperbaiki diri, mengajari cara bertobat, mengarahkan jalan yang diridhoi Allah.
Jangan takut masuk thoriqoh karena dosa dosa besar masa lalu, ini justru kesempatan untuk memperbaiki diri. Allah membukakan jalan kemudahan. Inilah manfaat ikut baiatan Thoriqoh Qodriyah wa Naqsyabandiyah
Keutamaan Kalimat "Lā ilāha illallāh" dalam Ajaran Tarekat Qodiriyah wa Naqsyabandiyah
Dalam ajaran Tarekat Qodiriyah wa Naqsyabandiyah, seseorang yang mengucapkan kalimat tauhid "Lā ilāha illallāh" (Tiada Tuhan selain Allah) dengan kesungguhan hati dan keyakinan yang mendalam akan memperoleh ampunan Allah atas 40 dosa, termasuk dosa syirik (menyekutukan Allah). Jika dosanya tidak mencapai jumlah tersebut, rahmat Allah akan meliputi keluarga, leluhur, keturunan, hingga tetangga orang tersebut.
Ini menggambarkan betapa luasnya kasih sayang Allah bagi hamba-Nya yang bertobat dengan ikhlas. Pengampunan tidak hanya untuk diri sendiri, tetapi juga menjadi berkah bagi orang-orang terdekat, sesuai kehendak Allah. Begitupun kebaikan akan Allah limpahkanlah pada hambanya yang dikehendaki.
Barangsiapa mengucapkan 'Lā ilāha illallāh' dengan ikhlas, ia masuk surga." (HR. Bukhari).
Dzikir Qodriyah wa Naqsyabandiyah memiliki keutamaan yang besar dalam mendekatkan diri kepada Allah, membersihkan hati, dan meningkatkan kesadaran spiritual. Namun, praktik ini memerlukan bimbingan dari seorang Guru Mursyid yang memiliki silsilah dan keilmuan yang sah. Guru Mursyid berperan sebagai pembimbing, penjaga adab, dan penuntun spiritual yang membantu murid mencapai tujuan akhir, yaitu ridha Allah SWT.
Istikamah dalam Guliran Waktu
Hidup adalah sekolah yang mengajarkan keikhlasan. Ada saatnya kita merasa ibadah tak lagi sesungguh dulu, atau batin gersang oleh keraguan. Di sinilah istikamah diuji: tetap konsisten menjalani proses, meski hati kadang tertatih. Seperti sungai yang mengalir tenang namun mampu mengikis batu, keteguhan hati dalam beriman, bersyukur, dan memperbaiki diri lambat laun akan membentuk karakter yang tangguh. Pada akhirnya, yang kita butuhkan bukanlah kesempurnaan, tetapi kemauan untuk terus bangkit, sebab di mata-Nya, niat tulus dan usaha kecil pun bernilai besar.
--Nipah Panjang)
Posting Komentar untuk "Kyai Ali Barqul Abid: Merangkai Makna dalam Lembaran Hidup, Iman, Syukur, dan Perjalanan Memperbaiki Diri"