Kyai Amenan Zamzami: Menjembatani Spiritualitas dan Politik, Meneruskan Estafet Thoriqoh Qodriyah wa Naqsyabandiyah an Nadliyah Sanad Kyai Imam Muhadi

Kyai Amenan Zamzami
Di tengah hiruk-pikuk dunia politik dan tuntutan kehidupan modern, sosok Kyai Amenan Zamzami hadir sebagai penyeimbang. Seorang ulama, politisi, dan penerus estafet kemursyidan Thoriqoh Qodriyah wa Naqsyabandiyah an Nadliyah sanad Kyai Imam Muhadi, perjalanan hidupnya penuh dengan liku-liku yang menginspirasi. Dari mondok di pesantren, menjadi anggota DPRD, hingga mengemban tugas spiritual sebagai khalifah thoriqoh, Kyai Amenan Zamzami adalah bukti nyata bahwa spiritualitas dan duniawi bisa berjalan beriringan.  

Kyai Amenan Zamzami, keponakan Kyai Imam Muhadi, memulai perjalanan spiritualnya dengan mondok di pesantren sang kyai. Sejak muda, beliau telah menunjukkan ketekunan dan keseriusan dalam menimba ilmu agama. Kepercayaan yang diberikan Kyai Imam Muhadi kepadanya tidak main-main. Kyai Amenan dipercaya untuk meneruskan estafet kemursyidan Thoriqoh Qodriyah wa Naqsyabandiyah an Nadliyah, sebuah tarekat yang memiliki pengaruh besar di wilayah Jawa Timur, khususnya di Nganjuk, Madiun, Ngawi, Magetan, dan Pacitan.  

Namun, kehidupan Kyai Amenan tidak hanya berkutat di dunia spiritual. Beliau juga terjun ke dunia politik, menjadi anggota DPRD dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) tahun 1971. Saat itu, pesantren sering kali dicap sebagai anti-pemerintah, meskipun cap tersebut tidak sepenuhnya benar. Kyai Amenan hadir sebagai jembatan antara dunia pesantren dan politik, membuktikan bahwa keduanya bisa berjalan harmonis. Uniknya, Kyai Amenan pernah bercanda, “Belum musimnya,” ketika suatu kali beliau menjadi anggota DPRD dari fraksi Golkar tahun 1997 . Dari PPP ke Golkar, perjalanan politiknya menunjukkan fleksibilitas dan kemampuan adaptasi yang tinggi. Namun, satu hal yang tidak pernah berubah adalah komitmennya terhadap nilai-nilai keislaman dan kepentingan umat.  

Selain terjun ke dunia politik, Kyai Amenan Zamzami pernah menjabat sebagai kepala desa Tanjunganom tahun 1988 sampai akhir 1997dan guru PNS sekitar tahun 1970-an. Namun, beliau memilih mundur dari posisi guru karena pada saat itu guru diharuskan memilih partai tertentu. Bagi Kyai Amenan, pendidikan dan pengajaran harus bebas dari kepentingan politik. Keputusannya ini menunjukkan integritas dan prinsip yang kuat, meskipun harus mengorbankan karirnya.  

Sebagai penerus estafet thoriqoh, Kyai Amenan Zamzami rela meninggalkan keluarga dan kepentingan pribadi demi menjalankan tugasnya. Beliau sering kali berkeliling ke berbagai daerah untuk melakukan baiat, meneruskan jejak Kyai Imam Muhadi. Daerah-daerah seperti Nganjuk, Madiun, Ngawi, Magetan, dan Pacitan menjadi wilayah dakwahnya. Kisah menarik datang dari Kyai Muntohar, yang menceritakan bagaimana Kyai Amenan pernah dihadapkan pada situasi sulit ketika jadwal baiat berbarengan dengan agenda lain. Atas saran Kyai Muntohar, Kyai Amenan memprioritaskan baiat, karena dahulu Kyai Imam Muhadi juga memutuskan hal itu. “Baiat adalah amanah yang harus dijalankan, meskipun harus meninggalkan hal lain,” ujar Kyai Amenan.  

Kini, estafet thoriqoh telah sampai pada Kyai Ali Barqul Abid, penerus yang juga dibimbing langsung oleh Kyai Amenan. Perjalanan spiritual dan pengabdian Kyai Amenan Zamzami menjadi inspirasi bagi banyak orang, menunjukkan bahwa spiritualitas dan duniawi bisa berjalan beriringan, asalkan dilandasi dengan niat yang tulus dan prinsip yang kuat.  

Kyai Amenan Zamzami adalah bukti nyata bahwa seorang ulama bisa menjembatani dunia spiritual dan politik. Dengan integritas, dedikasi, dan prinsip yang kuat, beliau telah memberikan kontribusi besar bagi umat dan masyarakat. Kisah hidupnya mengajarkan kita bahwa pengabdian tidak mengenal batas, dan spiritualitas bisa menjadi penuntun dalam setiap langkah kehidupan.  

Tanjunganom Nganjuk)

Posting Komentar untuk "Kyai Amenan Zamzami: Menjembatani Spiritualitas dan Politik, Meneruskan Estafet Thoriqoh Qodriyah wa Naqsyabandiyah an Nadliyah Sanad Kyai Imam Muhadi "