Menemukan Keseimbangan Hidup dalam Thoriqoh Qodriyah wa Naqsyabandiyah an Nadliyah Pinggirsari

Di pinggiran kota Ponorogo, tepatnya di sebelah timur Jembatan Sekayu, terdapat sebuah masjid antik berbentuk panggung yang menjadi pusat kegiatan spiritual bagi jamaah Thoriqoh Qodriyah wa Naqsyabandiyah an Nadliyah (TQN-A) Pinggirsari. Masjid ini, yang terletak di tepi jalan provinsi menuju Jawa Tengah, mudah diakses dan menjadi tempat berkumpulnya para jamaah yang sebagian besar merupakan pensiunan dan pedagang dari daerah Lengkong Sukorejo. Setiap Senin Legi, bakda Asyar, mereka berkumpul untuk mengikuti baiatan dan pengajian yang dipimpin oleh Al Mursyid Kyai Ali Barqul Abid, seorang ulama yang sanad keilmuannya bersambung hingga Kyai Imam Muhadi Bagbogo dari Nganjuk.

Masjid ini bukan sekadar tempat ibadah, melainkan juga simbol keseimbangan hidup. Pemiliknya, Pak Fajar, seorang mantan pejabat di Ponorogo, bersama keluarga dan tetangganya, menjadikan masjid ini sebagai pusat aktivitas spiritual dan sosial. Di sini, mereka tidak hanya mencari ketenangan jiwa melalui ibadah, tetapi juga menemukan harmoni antara kehidupan duniawi dan ukhrawi. 
“Perlu keseimbangan,” kata salah seorang jamaah. “Jangan asyik bekerja saja, tapi juga jangan terlalu asyik beribadah. Kami mendapatkan ibadah yang bisa dilakukan sambil bekerja, dan kami bisa bekerja sambil ibadah. Thoriqoh ini memberikan kemudahan untuk keduanya.”

Pernyataan tersebut mencerminkan filosofi hidup yang dipegang teguh oleh jamaah TQN-A Pinggirsari. Thoriqoh, sebagai jalan spiritual dalam Islam, tidak hanya mengajarkan ritual ibadah semata, tetapi juga mengajarkan bagaimana menjalani kehidupan sehari-hari dengan penuh kesadaran dan keseimbangan. Bagi mereka, bekerja adalah bagian dari ibadah, dan ibadah adalah bagian dari kehidupan. 
Kyai Ali Barqul Abid, sebagai Al Mursyid, selalu menekankan pentingnya menjaga keseimbangan ini. Dalam setiap pengajian, beliau mengingatkan jamaah untuk tidak melupakan tanggung jawab duniawi, seperti mencari nafkah dan berbuat baik kepada sesama, sambil tetap menjaga hubungan dengan Allah melalui dzikir dan amalan-amalan thoriqoh. “Hidup ini ibarat roda yang berputar. Jika kita terlalu berat ke satu sisi, roda itu akan oleng dan tidak bisa berjalan dengan baik,” ujarnya dalam salah satu ceramahnya.

Jamaah TQN-A Pinggirsari terdiri dari berbagai latar belakang, mulai dari pensiunan pegawai negeri hingga pedagang kecil. Meskipun berbeda profesi, mereka bersatu dalam satu tujuan: mencari keridhaan Allah melalui jalan thoriqoh. Bagi para pensiunan, thoriqoh menjadi sarana untuk mengisi hari-hari mereka dengan kegiatan yang bermakna, sementara bagi para pedagang, thoriqoh memberikan ketenangan batin di tengah kesibukan mencari rezeki.

Masjid panggung milik Pak Fajar ini menjadi saksi bisu perjalanan spiritual mereka. Dibangun dengan arsitektur sederhana namun penuh makna, masjid ini tidak hanya menjadi tempat shalat, tetapi juga menjadi ruang berkumpul, berdiskusi, dan saling menguatkan satu sama lain. Suasana di dalamnya selalu dipenuhi dengan dzikir dan doa, namun juga dengan canda tawa dan cerita-cerita kehidupan sehari-hari.

Thoriqoh Qodriyah wa Naqsyabandiyah an Nadliyah, dengan ajaran-ajarannya yang luwes, memberikan kemudahan bagi jamaahnya untuk menjalani kehidupan yang seimbang. Tidak ada dikotomi antara dunia dan akhirat, antara bekerja dan beribadah. Semuanya berjalan beriringan, saling melengkapi, dan saling menguatkan.

Di tengah arus modernisasi yang seringkali membuat manusia lupa akan hakikat hidup, jamaah TQN-A Pinggirsari mengajarkan kita untuk kembali ke jalan yang lurus, jalan yang mengantarkan kita pada keseimbangan hidup. Mereka membuktikan bahwa spiritualitas bukanlah sesuatu yang harus diasingkan dari kehidupan sehari-hari, melainkan sesuatu yang harus diintegrasikan ke dalam setiap aspek kehidupan.

Mungkin, inilah pelajaran terbesar yang bisa kita petik dari jamaah TQN-A Pinggirsari: bahwa hidup yang seimbang adalah hidup yang harmonis, di mana dunia dan akhirat berjalan beriringan, dan di mana setiap langkah kita selalu diiringi dengan kesadaran akan keberadaan Sang Pencipta.

Posting Komentar untuk "Menemukan Keseimbangan Hidup dalam Thoriqoh Qodriyah wa Naqsyabandiyah an Nadliyah Pinggirsari"