Manba'ul Hikmah: Kisah Pesantren yang Tumbuh dari Perjalanan 3 Hari 3 Malam dan Air Mata Kyai

Pondok Manbaúl Hikmah Parit Tengah, Nipah Panjang, Jabung Timur, Jambi.

Di tengah hamparan perkebunan Sumatra, tepatnya di Parit Tengah, Tanjung Jabung Timur, Jambi, berdiri sebuah pondok pesantren yang menjadi simbol perjuangan dan keteguhan hati. Pondok Pesantren Manba'ul Hikmah Nipah Panjang bukan sekadar tempat menimba ilmu agama, melainkan juga bukti nyata dari dedikasi dan kerja keras seorang anak muda bernama Muhammad Agus Salim, atau yang akrab disapa Mas Agus, yang kemudian lebih dikenal dengan Kyai Agus Salim.

Awal Mula: Sebuah Perjalanan Panjang Menuntut Ilmu
Mas Agus, seorang anak perantauan yang berasal dari Ponorogo, Jawa Timur. Bersama keluarganya merantau ke Parit Tengah, Nipah Panjang, Jabung Timur, Jambi. 
Memulai perjalanan spiritualnya saat mondok di Pesantren Manba'ul Adhim Bagbogo, Nganjuk Jawa Timur, pada tahun 2002. 
Pondok yang didirikan oleh Kyai Imam Muhadi dan kemudian diteruskan oleh Kyai Ali Barqul Abid. 
Mas Agus tidak hanya menimba ilmu agama, tetapi juga belajar tentang kehidupan dan pengabdian. 

Mas Agus sambang (nengok rumah) di Jambi, sambang kali itu agak lama sekitar 2 bulanan. Bersama pemuda pemudi Parit Tengah di daerahnya mendirikan TPA. Pengelolaan TPA selanjutnya diserahkan kepada pemuda pemudi di Parit Tengah, dan ia balik ke pondok pesantren manba'ul adhim Bagbogo Nganjuk. 

Selama mondok, Mas Agus lebih banyak menghabiskan waktunya di Ndalem (rumah Kyai), melayani dan mengikuti sang Kyai. Hanya 1,5 tahun ia tinggal di asrama, selebihnya ia habiskan di ndalem, mengasah ketulusan melalui pengabdian. 
Namun, waktu yang singkat itu cukup untuk membekali dirinya dengan ilmu dan pengalaman yang kelak menjadi pondasi bagi perjuangannya di tanah Sumatra.

Kembali ke Parit Tengah: Membawa Ijazah dan Ijabsah
Pada tahun 2004, Mas Agus kembali ke Parit Tengah, Jambi, dengan membawa dua hal penting: ijazah dan ijabsah (pernikahan). Ia menikahi seorang gadis dari lingkungan pondok, keponakan Gus Mad, yang menjadi awal dari kehidupan barunya. 
Yang istimewa, kepulangannya kali ini tidak hanya diiringi oleh istri, tetapi juga oleh sang Kyai, Kyai Ali Barqul Abid, yang mengantarnya langsung dari Nganjuk ke Parit Tengah.

Perjalanan yang memakan waktu 3 hari 3 malam itu tidaklah mudah. Mereka harus melalui jalur darat, kapal, dan kembali ke darat melalui perkebunan Sumatra. Saat berada di atas kapal, Kyai Ali bergumam, "Luar biasa perjuangan anak-anak Sumatra dalam menuntut ilmu di Bagbogo. Kalau tidak sungguh-sungguh, merugi dan sia-sia." Sang Kyai bahkan menitikkan air mata haru, menyadari betapa beratnya perjuangan santri-santrinya dari Sumatra. Terpikirkan oleh Sang Kyai bagaimana meringankan perjuangan anak-anak Sumatra.

Mendirikan Pondok Pesantren: Semangat dan Keterbatasan
Tahun 2004 menjadi tahun bersejarah bagi Mas Agus dan beberapa alumni Bagbogo asal Sumatra, yaitu Mas Juri, Mas Lamijan, dan Mas Suprapto. Dengan semangat dan keyakinan yang kuat, mereka memberanikan diri mendirikan pondok pesantren seadanya. Mas Suprapto bahkan memilih untuk tidak pulang setiap hari dan ikut mengurus anak-anak, hingga akhirnya ia menjadi sekretaris desa yang membantu urusan perizinan dan pemerintahan.

Pada tahun 2005, Pondok Pesantren Mamba'ul Hikmah mengalami peningkatan jumlah santri yang signifikan. Yang tadinya hanya 6 orang, kini meningkat menjadi 93 orang. Hal ini membuat Mas Agus dan jama'ah serta para santri lawas memikirkan tentang pembangunan fasilitas yang lebih permanen, aman, dan nyaman bagi santri.

Dengan keterbatasan fasilitas yang ada, Mas Agus harus mengajar sendirian. Ia berpindah dari satu papan tulis ke papan tulis lainnya, memberikan tugas dan materi kepada santri-santrinya. Bahkan, ia menggunakan tembok yang dicat hitam sebagai pengganti papan tulis, demi memastikan bahwa proses belajar mengajar tetap berjalan dengan baik.

Pada tahun yang sama, pondok pesantren ini mendapat bantuan 2 gedung dari desa. Namun, karena jumlah santri terus bertambah, mereka terpaksa meminjam gedung SD selama 3 hari dalam seminggu, sementara 3 hari lainnya digunakan di masjid lokal. 
 
Kyai Ali Barqul Abid, bersama pengasuh

Kyai Ali Barqul Abid, bersama pengasuh

Tahun 2007: Pondasi Baru dan Harapan yang Kian Besar
Pada tahun 2007, Kyai Ali Barqul Abid memberikan perintah kepada Mas Agus untuk membangun pondasi baru. Meski belum memiliki gambaran jelas tentang sumber dana, Mas Agus nekat mengikuti perintah gurunya. Ia yakin bahwa apa yang dikatakan oleh Kyai Ali pasti memiliki makna dan pertimbangan yang jauh melampaui pemikirannya.

Dari tahun 2007 hingga 2009, pondok pesantren ini terus berkembang. Tidak ada santri yang pulang, mereka antusias menginap meski dengan fasilitas seadanya. Santri laki-laki menginap di masjid, sementara santri perempuan di rumah warga, seperti Pak Sipar. Banyak tetangga yang sukarela menawarkan tempat dan dukungan, menunjukkan betapa eratnya hubungan antara pondok pesantren dengan masyarakat sekitar.

Puncak Perjuangan: Madrasah Aliyah dan Jamaah Torikhoh Qodriyah wa Naqsyabandiyah
Pada tahun 2010, wali santri dan masyarakat bergotong royong membangun pondasi dan menambah bangunan pondok pesantren. Hingga tahun 2025, Pondok Pesantren Mamba'ul Hikmah telah merintis madrasah Aliyah, dengan harapan santri yang lulus dapat memiliki ijazah yang diakui untuk mendaftar ke perguruan tinggi umum.

Tidak hanya itu, masyarakat dan jamaah juga semakin antusias dengan kegiatan keagamaan. Terbentuklah jamaah Torikhoh Qodriyah wa Naqsyabandiyah an Nadliyah, yang dipimpin oleh Al Mursyid Kyai Ali Barqul Abid. Jamaah ini rutin mengadakan kegiatan setiap setahun sekali, termasuk Selasa Wage dan rutinan Manaqiban.

Penutup: Sebuah Legacy yang Abadi
Pondok Pesantren Manba'ul Hikmah Nipah Panjang adalah bukti nyata dari perjuangan, keteguhan hati, dan semangat gotong royong. Dari sebuah pondok sederhana dengan 6 santri, kini telah berkembang menjadi pusat pendidikan dan keagamaan yang dihormati. Kyai Agus dan para pendiri lainnya telah menorehkan legacy yang abadi, menginspirasi generasi muda untuk terus berjuang demi kemajuan agama dan masyarakat.

---Nipah Panjang, Jabung Timur Jambi)


Posting Komentar untuk "Manba'ul Hikmah: Kisah Pesantren yang Tumbuh dari Perjalanan 3 Hari 3 Malam dan Air Mata Kyai"